Bagaimana hukum memberi hadiah saat lebaran?
Di daerah kita, ada tradisi memberi amplop pada anak kecil. Bagaimana hukumnya?
Gambaran Tradisi
Dalam tradisi di Indonesia, saat lebaran sudah menjadi lazim memberi hadiah (uang-amplop) kepada anak-anak dan usia remaja.
Bagaimana sebenarnya, hukum memberi hadiah tersebut? Baik atau buruk?
Jika dicermati, ada berbagai macam motivasi mengapa seseorang memberi hadiah (uang-amplop).
Ada yang motivasinya memberikan apresiasi. Ada juga yang sekedar berbagi rizki (berupa penghasilan lebih). Ada juga yang memiliki motivasi, untuk saling menghormati , sebab orang tua dari anak juga memberi (amplop).
Pengertian Hadiah
Untuk menjawab ini, mari kita pahami dulu apa itu hakikat hadiah.
Hadiah, yang juga berasal dari kata Arab, al-hadiyyah, dijelaskan di dalam al-Mawsū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah dijelaskan
, الهِبةُ والهَديَّةُ بمعنًى واحدٍ، إلا أنَّ هناك بعضَ الفروقِ الطَّفيفةِ بيْنهما، ومِن ذلك: • أنَّ الهديَّةَ يُقصَدُ بها الإكرامُ والتوَدُّدُ ونحوُهُما، أمَّا الهِبةُ فيُقصَدُ بها -غالبًا- النفعُ • الهَديَّةُ تَختصُّ بالمنقولاتِ إكرامًا وإعظامًا للموهوبِ، والهِبةُ أعَمُّ
Artinya, “Hibah dan hadiah sebenarnya maknanya satu, hanya saja ada perbedaan tipis antara keduanya, diantaranya adalah: • Hadiah itu dimaksudkan untuk menandaskan sikap memuliakan, mengasihi, dan sejenisnya. Sementara hibah – pada umumnya – tujuannya adalah memberi manfaat pada yang diberi.
Hadiah dikhususkan untuk barang bergerak, tujuannya untuk memuliakan yang diberi hadiah. Sementara hibah lebih umum.”
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa hadiah secara konteks ditujukan untuk “memuliakan, sikap mengasihi”.
Sebagai sesuatu yang ada unsur memuliakan dan mengasihi berarti di sana ada aspek kasih sayang di dalamnya. Aspek memuliakan juga termasuk menghormati dan sejenisya.
Selanjutnya, dalam maknanya sebagai “apresiasi”, berarti hadiah dimaknai sebagai penghargaan atas sesuatu upaya yang dilakukan oleh seseorang.
Lalu, adakah pandangan Islam dalam hal ini:
Dalam sebuah hadis riwayat ‘Aisyah RA, Rasulullah SAW sendiri menerima hadiah dan selalu berupaya membalasnya, kalau bisa dengan jumlah yang lebih besar.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا Artinya, “Dari ‘Aisyah RA, ia berkata: ‘Rasulullah Saw. itu memberi hadiah dan membalasnya (dengan yang sama atau lebih baik).’” (HR Al-Bukhārī).
Menurut Hadist tersebut, hal terbaik untuk menyikapi hadiah adalah membalasnya dengan yang lebih baik.
Lalu bagaimana jika dikaitkan dengan konteks memberi di atas.
Kesimpulan
Dalam hal ini, kita tidak bisa menghukumi “wajib” memberi amplop. Sebab, Hadist di atas memang tidak mewajibkan, melainkan dianjurkan karena dianggap sesuatu yang baik. Artinya, tradisi di atas adalah sesuatu yang baik.
Namun, perlu dipahami bahwa semua tergantung pada niatnya.
Jika niatnya baik, maka tentu itu juga baik. Jika di hubungkan dengan motivasi, saling menghormati, mengapresiasi dan seterusnya, maka artinya itu adalah niat baik. So, pastikan niatnya baik, agar tradisi memberi hadiah ini juga menjadi tradisi yang baik.
HEY, I’M SOLEH!
I am a lecturer and professional writer, My Favorite thing in life is time spent around the table fo write something, like my post on these blogs. I hope you enjoy my blogs.